[Tentang lukisan abadi di kanvas jiwa]
Rambutmu yang panjang terurai,...
Begitu sering jemari ini mengelusnya. Mahkota
perlambang kelemahlembutan.
Mata indahmu,...
Berbinar tatkala bahagia melanda, pun tak jarang air
mata mengalir disana, kala prahara menghampiri.
Semakin kumenatapnya, semakin jiwaku melebur dalam
rasa kasih yang dalam.
Bibirmu yang mungil,...
Berjuta ciuman tlah kudaratkan disana, sebagai rasa
cinta yang mengejawantah, pun hasrat yang hanya
tertuju padamu jua.
Dan tubuh indahmu,...
Yang dahulu selalu kudekap dikala jaga maupun
dipembaringan malam, dengan segenap kasih yang tak
terukir kata.
Duhai,
Engkau sang Bunga impian, buah bibir para pujangga.
Lukisan tentangmu masih tegak berdiri, diruang hati
yang paling istimewa. Ruang yang takkan pernah
tergantikan untuk selama-lamanya.
Dan engkau tak pernah tahu, bahkan tak perlu tahu...
Betapa sering aku menyelinap, mengendap-endap,
mendekati ruang istimewa itu... Tuk sekadar menatap
lukisanmu pelipur lara.
Pun saat dendam rindu melanda; Seperti malam ini.
Ya, seperti malam ini.
Pertapaan, 12 Feb 2007 03.30 am
+Don Vincenzo+
...... Siapakah gerangan saya? ......
Hanya pria biasa, dengan perikehidupan yang juga sangat biasa. Senang ber-khayal, terutama menyangkut hal-hal yang sangat ideal bahkan -bagi sebagian orang- utopis.
Gimana ngga utopis...
Khayalan kerap melayang jauh pada ide - ide seputar Dunia tanpa peperangan, Dunia tanpa akumulasi kapital, Dunia tanpa "kekuasaan" yang menindas, atau, Dunia yang dihuni masyarakat filosof yang dipimpin oleh seorang filosof sejati, ... turut serta disana harapan yang juga sangat utopis;
"Dunia dipangku oleh kebijaksanaan dan kebajikan."
Senin, Januari 26, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar